Kabupaten
Bone sebagai salah satu kabupaten besar yang
ada di Sulawesi Selatan tidak terlepas dari momok rendahnya angka pemuda gemar
membaca. Para pemuda telah termanjakan oleh kemilau teknologi, sehingga mengabaikan hal yang sudah tentu lebih
berguna ketimbang hanya selalu internetan ataukah main game di rumah. Mereka
telah termanjakan oleh teknologi. Mereka lebih memilih mengambil jalan pintas
untuk browsing di internet ketimbang
mencari secara mandiri di buku.
Mereka merasa bahwa data yang diperoleh dari internet lebih mempermudah. Sebab, bisa langsung disalin untuk dimasukkan ke dalam tugas-tugas mereka. Sehingga, yang terjadi bukanlah pencerdasan, tapi justru perbudakan. Mereka tidak berminat lagi dalam membaca buku, mereka merasa bahwa membaca buku justru memperlambat mereka.
Mereka merasa bahwa data yang diperoleh dari internet lebih mempermudah. Sebab, bisa langsung disalin untuk dimasukkan ke dalam tugas-tugas mereka. Sehingga, yang terjadi bukanlah pencerdasan, tapi justru perbudakan. Mereka tidak berminat lagi dalam membaca buku, mereka merasa bahwa membaca buku justru memperlambat mereka.
Meskipun di
setiap sekolah atau kampus sudah memiliki perpustakaan, namun yang terjadi
selama ini perpustakaan hanya dianggap tidak lebih sebagai tempat menyimpan
buku. Hanya sedikit pelajar yang memiliki kesadaran untuk berkunjung ke
perpustakaan. Mereka lebih memilih untuk berkeliaran tanpatujuan yang jelas,
kalaupun ada yang berkunjung ke perpustakaan itu hanya pada waktu-waktu
tertentu saja. Misalnya ketika ada tugas dari para guru atau dosen. Dan tentu atas dasar
keterpaksaan. Sepinya perpustakaan telah menjadi bukti bahwa minat baca buku pemuda
kabupaten Bone masihlah sangat rendah.
Selain itu
juga, Badan Perpustakaan Daerah sebagai motor penggerak kemajuan peminatan baca
ternyata belum mampu menyelesaikan masalah. Bukannya
saya tidak mengandalkan program Badan Perpustakaan Daerah, akan tetapi
begitulah fakta di lapangan.
3
program unggulan Perpusda yang saya tahu ialah lomba story telling, mobil
perpustakaan keliling, dan perpustakaan desa. Tapi kita harus fair mengakui kalau program tersebut
tidak maksimal. Mobil perpustakaan keliling yang sering parkir di Taman Bunga,
jarang sekali ramai pengunjung. Mobil tersebut pun belum mampu menyentuh semua
kecamatan. Kemudian Storry telling, yang targetnya hanya anak-anak. Bukan
solusi ampuh untuk meningkatkan budaya baca. Anak-anak belum tahu betul tentang
pentingnya baca buku. Program ini akan semakin baik jika melibatkan semua umur.
Sebab yang butuh pembiasaan untuk membaca bukan cuma anak-anak. Selanjutnya
pengadaan perpustakaan desa. Masalahnya bukan hanya pada belum tersentuhnya
semua desa. Tapi masalah terbesarnya ialah pada fakta yang menunjukkan ternyata
banyaknya perpustakaan desa yang dibangun bukan menjadi sebuah jaminan
tingginya angka masyarakat gemar baca. Perpustakaan ada di desa. Benar. Tapi,
tidak lebih dari 5 persen masyarakat di desa yang mau menyempatkan diri membaca
di Perpustakaan Desa. Setidaknya beginilah kondisi yang saya dapati di lapangan.
Dari beberapa fakta di atas, saya berkesimpulan bahwa harus segera
dilakukan gerakan-gerakan baru yang lebih realistis yang manfaatnya bisa
langsung terlihat. Menurut saya ada
beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan minat baca masyarakat,
terutama di kalangan pemuda.
Pertama, Dibutuhkan dukungan pemerintah, dalam hal ini Badan Perpustakaan Daerah
untuk memberdayakan perkumpulan atau komunitas-komunitas literasi yang ada di
Bone. Tidak sedikit komunitas di Bone yang konsentrasi gerakan mereka dalam
pengembangan minat baca. Yang parah, jika pemerintah tidak tahu komunitas
seperti ini ada di Bone. Lebih parahnya lagi, jika pemerinta tahu, tapi tetap
tidak diberdayakan. Belum genap satu bulan saya menginisiasi KOMBAT (Komunitas
Baca Tulis) Bone, ternyata sudah banyak teman-teman yang tertarik untuk
bergabung. Terbukti selalu adanya pertembahan kehadiran di setiap pertemuan
rutin di Lapangan Merdeka. Hal ini membuktikan, bahwa sebenarnya pemuda-pemuda
Bone memiliki keinginan besar untuk membantu pemerintah dalam mensukseskan
pemasyarakatan baca. Tapi mereka tidak pernah diberdayakan. Mereka hampir tidak
pernah diperhatikan pemerintah.
Kedua, Sosialisasi gemar baca harus lebih gencar dilakukan. Mungkin bisa dimulai
dengan melakukan sosialisasi ke setiap sekolah atau kampus. Akan lebih baik
lagi jika pihak kepala sekolah/rektor, guru/dosen, dan staff pegawai lainnya
dilibatkan dalam sosialisasi seperti ini. Ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada seluruh warga sekolah atau kampus bahwa membaca memiliki
banyak manfaat. Karena dari membaca pengetahuan semakin luas dan akan banyak
hal baru yang dapat kita peroleh. Atau bisa juga dengan mengadakan lomba
pemilihan duta baca. Duta baca inilah yang nantinya akan menjadi pelopor
gerakan membaca. Program ini sudah beberapa kali saya tawarkan kepada pihak
Perpustakaan Daerah, tapi belum pernah direspon. Keberadaan Duta Baca di Kabupaten Bone saya anggap
lebih urgent daripada keberadaan
duta-duta yang lain. Misalnya saja duta Pajak atau bahkan Duta
Pariwisata.
Ketiga, Melaksanakan kegiatan-kegiatan berbasis gemar
membaca juga akan sangat berpengaruh. Misalnya
kegiatan “Bazaar Buku” atau “Festival Buku”, ini akan menjadi daya tarik
tersendiri bagi masyarakat. Terutama di kalangan remaja. Ataukah
kegiatan-kegiatan lain yang tidak hanya mampu menghipnosis masyarakat untuk
membaca tapi juga mampu mengentertain. Saya meyakini ketika pemerintah rutin
mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersinggungan dengan peningkatan minat baca, lambat
laun masyarakat akan dengan sendirinya mau membaca. Pemerintah tidak boleh
setengah-setengah dalam melakukan upaya peningkatan minat baca masyarakat.
Jadi, sekali lagi, minat baca mayarakat Bone terutama di kalangan muda masih sangat rendah. Sudah saatnya pemerintah lebih konsen untuk
menghadapi masalah ini. Jika terus dibiarkan, maka saya tidak bisa bayangkan
akan seperti apa pemuda-pemuda Bone 10 atau 20 tahun yang akan datang.
“Alam hanya
mampu memperlihatkan tempat yang terbatas, tapi buku memberikan dunia yang tak
terbatas. Pengalaman memberikan kita pelajaran berharga, tapi buku memberikan
kita kemapuan untuk mendapatkan pengalaman yang jauh lebih berharga”
0 comments