Bahasa Inggris, Bahasa Orang-orang Manis

Yoo.. What's up sappo?

Ketemu lagi di blog sampah saya. Blog yang pembacanya sudah 3 orang. Pertama Saya. Kedua Saya. Dan yang ketiga adalah saya. Heheh.

Di tulisan kali ini, saya akan membahas tentang Bahasa Inggris. Kebetulan ketika masih kuliah, saya mengambil Bahasa Inggris. Bahasa yang paling saya benci. Bahkan sejak masih SD. 

Pertama kali saya mengenal bahasa Inggris ketika mahasiswa-mahasiswa KKN dari Makassar datang ke kampung saya. Mereka mengajari saya beberapa kosa kata dasar. Ketika itu pun, saya belajar dengan penuh ketidak ikhlasan. Tidak pernah bisa fokus. Bukan karena sulitnyq, tapi karena kakak KKN nya cantik. Dilema antara harus belajar atau mengagumi parasnya. Heheh. Saya baligh terlalu cepat. Bukan pada saatnya. Hamba kotor ya Allah.

Meski telah belajar bahasa Inggris sejak SD, hal itu belum cukup untuk membuat saya jatuh cinta dengan Bahasa Inggris. Di jenjang pendidikan selanjutnya, saya terbantu karena telah menghafal beberapa kosa kata. Alhasil, nilai bahasa Inggris saya tidak pernah rendah. Hanya saja, sekali lagi, meski demikian sama sekali hal itu tidak merubah apa-apa. Perasaan saya ke Bahasa Inggris, belum tumbuh sedikitpun. Berbeda dengan perasaan saya ke dia yang setiap saat tumbuh. Eaaa. 

Mindset anti Bahasa Inggris saya, baru bisa berubah ketika memasuki semester akhir kelas 3 SMA. How could I hate something Important? Penting tapi saya benci. So, at that time, directly I changed my mind "English is a very Important thing. I won't have a bright future without English". Nah, mulai dari sana, Bahasa Inggris perlahan menjadi teman saya. Saya belajar lewat kamus, saya belajar di internet, dan saya belajar mencintaimu. Heheh.

Saya tidak pernah menyangka, perubahan mindset itu kemudian akan berdampak pada drastisnya perubahan yang saya dapat dalm kehidupan.

Tanpa pikir lagi, di masa perkuliahan saya langsung memilih Pendidikan Bahasa Inggris. Tidak pernah terlintas di benak saya sedikitpun, pelajaran yang dulu saya tidak sukai, justru menjadi pilihan. Saya yakin, pasti dunia percintaan kalian kadang seperti ini. Tiba-tiba mencintai orang yang pernah kalian Benci. Heheh 
Di awal kuliah, teman-teman kelas mempercayakan saya untuk menjadi ketua tingkat. Jangan tepuk tangab dulu. Jabatan itu saya dapat setelah menyogok mereka dengan bantuan pengerjaan KRS (Kartu Rencana Studi). Hahah. Menjadi ketua tingkat, menjadikan saya dekat dengan banyak dosen. Dan secara tidak langsung memberikan saya kesempatan untuk banyak belajar dengan mereka. Terutama bahasa Inggris. 

Pernah suatu waktu, ketika saya bertanya kepada salah satu dosen saya tentang bagaimana cara agar Bahasa Inggris kita terjaga dan semakin lancar. Maka, beliau pun menjawab "language is a habit'. Untuk jago bahasa Inggris, katanya saya harus menjadikannya sebagai kebiasaan. Practice it everywhere and everywhere. Itu logis sekali bagi saya. Bahasa adalah kebiasaan. Semakin sering kita mempraktekkannya, tentu semakin lancar pula. 

Pasca berdiskusi dengan dosen, saya langsung meniatkan dalam hati akan melakukan hal tersebut. Sepulang dari kampus, saya langsumg ke rumah. Pikir saya, rumah adalah tempat terbaik untuk mempraktekkan Bahasa Inggris. Kebetulan, saat pulang ke rumah, orang yang pertama kali saya dapati adalah nenek saya. Dia sementara bersih-bersih. Saya jadi dilema, antara tetap komitmen untuk praktek Bahasa Inggris di mana saja, atau harus merusak otak nenek saya. Bukan apanya, jangankan bahasa Inggris, bahasa daerahnya saja berantakan. 

Tapi, komitmen tetap komitmen. Harus terus berlanjut. Tanpa pikir panjang, saya mendekati nenek saya. Memulai pertemuan dengan senyum semanis mungkin. Dia membalas. saya pun memulai percakapan,

"Hello Grandmother, how are you today?" 

Nenek saya kembali senyum. Menatap saya dalam. Kemudian berkata,

"KENAPA KAMU NAK? SAKIT?"

Shit! You could guess, how was my feeling Guys! Saya praktek bahasa Inggris, tapi dikira sakit.  Sejak saat itu, Bahasa Inggris langsung saya haramkan di rumah. Dari pada saya disakiti lagi. 

Meski seperti itu, saya tetap mempraktekkan bahasa Inggris di luar rumah. Dari sana, saya merasakan sedikit demi sedikit perubahan pada bahasa Inggris saya. Yang tadinya amburadul, setelah banyak praktek akhirnya tambah amburadul. Heheh. Maksud saya tambah bagus.

Saya pun mulai memberanikan diri untuk menjadi pengajar bahasa Inggris di beberapa kursus. Hal tersebut menuntut saya untuk selalu melakukan promosi dan kunjungan ke sekolah-sekolah atau kampus untuk memperkenalkan lembaga. Nah, kebiasaan saya, ketika melakukan promosi, selalu memguji kemampuan siswa. Saya tanya ke mereka tentang kosa kata. Pernah suatu waktu, saya sosialisasi ke sebuah sekolah. Seperti biasa, saya memulai dengan bertanya kosa kata. Saya tanya bahasa inggrisnya tangga, mereka tahu. Saya tanya bahasa inggrisnya tembok, mereka jawab serentak "WALL". Hal yang tidak saya duga, ketika saya bertanya tentang apa bahasa inggrisnya PUTUS. mereka DIAM. saya tidak tahu kalau ternyata PUTUS akan sulit bagi mereka. Lama sekali mereka terdiam. Tiba-tiba dari belakang, seorang anak mengangkat tangan. 

"Iya, kenapa dek? Saya  tebak, pasti anak ini tahu jawabannya. 

"Kak, saya tahu bahasa Inggrisnya PUTUS!" Katanya dengan muka sedikit songong.

BINGGO, dugaan saya tepat. Mungkin anak ini jagoan kelasnya. Dengan cepat saya membawa dia ke depan kelas. Agar  teman-temannya yang lain bisa terinspirasi dengan kecerdasan dan keberaniannya. Saya pun memintanya untuk menjawab.

"Kak, bahasa Inggrisnya putus itu LO, GUE, END!!" 

Oh Noo!! Dosa apa hambamu Ya Allah. Mendadak saat itu, saya merasa hina di depan anak-anak. Bagaimana bisa, seorang bocah dengan santainya mengatakan ke saya bahwa bahasa Inggris dari kata PUTUS adalah LO GUE END! Arrrgggh.. Russsaaaaaakk!!! Gara-gara kebanyakan nonton sinetron jadinya seperti itu. Beruntung sekali saya saat masih kecil sinetron belum membabi buta seperti sekarang. 

Mari kita tinggalkan bocah kampret itu. 

Selain menanyai siswa tentang kosa kata Bahasa Inggris, saya juga kadang menanyai mereka tentang apa masalah terbesar dalam mempelajari bahasa Inggris. Tentang kenapa sampai sekarang mereka belum bisa lancar berbahasa Inggris?  Dari banyak jawaban, ada 2 alasan yang paling sering mereka katakan. "Kami tidak bisa bahasa inggris karena BODOH dan MALAS." Namun, jawaban mereka tidak masuk akal menurut saya. Kalau mereka mengatakan tidak mampu berbahasa Inggris karena Bodoh, nah bagaimana dengan orang-orang gila di Amerika? Mereka tetap lancar berbahasa Inggris dengan kondisi mental seperti itu. Kemudian, ketika mereka berdalih tidak bisa berbahasa Inggtis karena malas, itu pun terbantahkan. Saya punya tetangga, masih sekolah. Kelas 2 SMP. dia ke sekolah hanya 2 kali satu Minggu. Tidak kursus dan tidak les. Tapi bahasa Inggrisnya hebat sekali. Jauh lebih hebat dari  saya. Namanya Sherly, bapaknya dari Australia, ibunya Amerika. Heheh. 

Jadi, alasan tepat kenapa bahasa Inggris kita belum lancar bukan karena bodoh atau malas. But becauae of OUR ENVIRONMENT DOESN'T SUPPORT US. Yup, lingkungan kita tidak mendukung. Mungkin setiap hari kita belajar Bahasa Inggris di sekolah atau kampus, tapi setelah pulang ke rumah, apakah bahasa Inggris kita masih terjaga? 

Bisa jadi, kita akan tetap mencoba berbahasa Inggris ketika berada di lingkungan masyarakat. Tapi, apakah masyarakat di sekitar kita akan melakukan hal yang sama? Saya rasa tidak. Bahkan saya yakin tidak sedikit di antara kita yang pernah mencoba praktek bahasa Inggris, tapi orang-orang di sekitar kita justru berkata dengan nyinyir, "IIIHH, SOK DEH!".

So, i can conclude that 'IF YOU DIDN'T GET A MIRACLE, WHY DON'T YOU TRY TO BE THAT MIRACLE?" Ketika kamu tidak mendapat keajaiban, maka kenapa tidak kamu coba untuk menjadi keajaiabn itu sendiri. Ketika lingkungan menolak kita untuk berlatih bahasa Inggris, maka kenapa tidak coba untuk menciptakan lingkungan sendiri? Thank you! *RM*

(03.14, wednesday 19 April 2017)

You Might Also Like

0 comments